Jumat, 16 April 2010 | 13:28 WIB
Batik indramayu, biasa disebut batik dermayon, termasuk batik pesisiran yang motifnya berbeda dari daerah pesisir lain. Akulturasi kehidupan pesisir dengan pengaruh China, Arab, Jawa, Hindu, dan Eropa melahirkan motif dan karakter batik khas Indramayu.
Seni membatik pada sehelai kain diperkirakan dikenal masyarakat Indramayu pada masa kekuasaan Kerajaan Islam Demak (1527-1650). Seni tersebut diperkenalkan para perantau dari Lasem, Rembang, Jawa Tengah, yang hijrah ke daerah tersebut bersamaan dengan masuknya pengaruh Kerajaan Islam Demak ke wilayah Cirebon.
Pengaruh corak lasem pada batik dermayon terlihat dari beberapa motif yang mengambil unsur seni lukis China, seperti liong (naga), burung lokcan (phoenix), dan banji. Perpaduan warna putih biru khas keramik klasik China juga banyak menginspirasi motif batik indramayu.
Dalam perkembangannya, motif pesisiran lebih mendominasi. Hal itu agaknya terkait budaya membatik yang awalnya dikerjakan sebagai sambilan oleh istri nelayan menunggu suami pulang melaut.
Motif pesisiran ditandai warna mencolok, seperti merah, coklat kemerahan, biru terang, atau hijau daun. Komposisi antara warna dasar dan warna motif utama cukup kontras. Ragam hiasnya bersumber dari flora dan fauna yang kental dengan lingkungan pantai, seperti burung, ganggang, udang, ikan, dan kapal.
Motif iwak etong, misalnya, menggambarkan binatang laut yang dibawa pulang nelayan, seperti ikan, udang, cumi, ubur-ubur, dan kepiting. Sementara motif ganggang, sesuai namanya, menjelaskan jenis rumput laut yang banyak ditemui di pesisir Indramayu.
Motif yang paling banyak dipakai adalah rajeg wesi. Motif yang dikenakan pegawai negeri Indramayu setiap Jumat itu menggambarkan pagar bersusun yang isinya terdiri atas beras tumpah, sisik, bunga, dan ikan yang menandakan Indramayu kaya sumber daya alam.
Batik indramayu juga menggambarkan kegiatan sehari-hari masyarakatnya, seperti motif swastika, merak ngibing, kereta kencana, dan rombeng jati. Motif swastika, contohnya, diilhami masa penjajahan, menggambarkan simbol kekerasan yang terjadi selama penjajahan Jepang. Motif merak ngibing diilhami keindahan burung merak.
Batik dermayon juga terpengaruh budaya Eropa. Motif buketan, misalnya, bergambar buket bunga tulip dan buah anggur. Budaya ini masuk ketika Indramayu menjadi salah satu basis perdagangan VOC pada abad ke-17.
Industri batik berkembang di desa pesisir, seperti Dermayu, Panganjang, Babadan, dan Paoman. Dalam perkembangannya, sentra pembuatan batik di Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu.
Menurut catatan Dewan Kerajinan Nasional Daerah Indramayu, terdapat 143 motif batik khas Indramayu yang didaftarkan pada Kementerian Kehakiman dan HAM. Namun, baru 50 motif yang memperoleh nomor sertifikasi.
Saat ini terdapat 80 unit usaha batik tulis yang mempekerjakan sedikitnya 286 perajin. Usaha itu tersebar di Paoman, Penganjang, Terusan, dan Pegirikan. Dari 80 unit usaha itu hanya beberapa yang memiliki ruang pamer, antara lain Antika Mukti, Paoman Art, Kembang Gunda, Darma Ayu, Maesunah, Indra Surya, Batik Yuska, dan Batik Wangi Asri. (ERI/LITBANG KOMPAS)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/16/13282323/dermayon.warisan.perantau.lasem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar