Sejumlah rekanan mengaku panik saat beras dan gabah pasokannya ditolak oleh Bolug Subdivre Indramayu. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak, karena diakui para mitra kerja bulog bahwa memang beras dan gabah tersebut kualitasnya tidak sesuai standar yang diharapkan. Dengan jumlah tonese yang tidak sedikit, beras dan gabah pasca penolakan itu terpaksa harus diproses ulang guna memenuhi standar perberasan yang ditentukan.
Menurut Kepala Bulog Subdivre Indramayu, H. Surasno, kepada wartawan mengatakan bahwa beras dan gabah yang ditolak itu kualitasnya tidak sesuai standar maksimum perberasan, sebagaimana yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 7 tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan.
“Beras yang disetorkan para mitra kerja bulog subdivre Indramayu, sebelum diterima, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Jika kondisi beras atau gabah memiliki Kadar air, butir patah, menir dan tingkat hampa yang melebihi batas maksimum , maka tidak bisa diterima bulog”. Ujar Surasno.
Dikatakannya, bahwa didalam Inpres standar maksimum Kadar Air (KA) untuk beras sebesar 14%, dengan Butir Patah (BP) maksimum 20% dan kadar menir maksiimum 2%. Untuk gabah kering panen, KA maksimum 25% dengan kadar hampa/kotoran maksimum 10%. Sedangkan untuk gabah kering giling, KA maksimum 14% dengan kadar hampa/kotoran sebesar maksimum 3%.
H. Surasno, Kabulog subdivre Indramayu
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bulog Subdivre Indramayu, menyebutkan bahwa pada periode 1 Maret hingga 30 April 2010, jumlah beras yang ditolak mencapai 5.830.585 ton (12,97 %) dari jumlah setor sebanyak 44.937.435 ton dengan kelompok penolakan yakni KA mencapai 15%, BP 22%, dan Menir 3%. Sedangkan untuk gabah, periode 16 April sampai 15 Mei 2010, jumlah yang ditolak mencapai 756.300 ton (10,13 %) dari jumlah setor sebanyak 7.462.500 ton dengan kelompok penolakan, KA 15% dan Hampa 5%.
Sementara menurut mitra kerja Bulog yang enggan disbut namanya mengatakan, panen padi musim tanam rendeng di Kabupaten Indramayu di samping mengalami kemunduran juga dibarengi dengan cuaca yang tidak menguntungkan. Musim panan berbarengan dengan curah hujan yang masih cukup tinggi serta terjadinya cuaca ekstrim. Kondisi itu menjadikan gabah hasil panen tidak bisa dilakukan penjemuran secara maksimal. Bahkan gabah yang telah hampir kering di lahan penjemuran menjadi basah kembali karena tak sempat terselamatkan oleh guyuran hujan yang datang tiba-tiba. Akibatnya saat dikirim ke gudang Bulog tidak bisa diterima, karena kondisinya tidak sesuai standar yang ditetapkan.
Di kalangan petani, tingginya curah hujan yang membarengi musim panen juga dirasakan sangat merugikan. Menurut Kartawi (46 tahun), petani di Desa Rawadalem, Kecamatan Balongan, Selain menyita waktu cukup panjang dalam proses penjemuran, kata dia, cuaca yang tidak menentu menjadi tidak menguntungkan dari sisi harga. Gabah yang terus-menerus terguyur hujan kualitasnya menjadi merosot dan harga jualnya menjadi menurun.
“Para pedagang biasanya hanya mau membeli dengan harga antara Rp 2.200,- hingga Rp 2.400,- per kilogram untuk gabah yang sering diguyur hujan," kata Kartawi menandaskan.
Ditulis oleh: Bambang/Hendra Sumiarsa (sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar